Kamis, 08 Maret 2012

Zoobentos

Zoobentos merupakan hewan yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada di dasar perairan, baik yang sesil, merayap maupun menggali lubang (Kendeigh, 1980; Odum 1993; Rosenberg dan Resh, 1993). Hewan ini memegang beberapa peran penting dalam perairan seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material organik yang memasuki perairan (Lind, 1985), serta menduduki beberapa tingkatan trofik dalam rantai makanan (Odum, 1993).


Berdasarkan ukurannya, zoobenthos dapat digolongkan ke dalam kelompok zoobenthos mikroskopik atau mikrozoobenthos dan zoobenthos makroskopik yang disebut juga dengan makrozoobenthos. Menurut Cummins (1975), makrozoobenthos dapat mencapai ukuran tubuh sekurang-kurangnya 3 - 5 mm pada saat pertumbuhan maksimum. APHA (1992) menyatakan bahwa makrozoobenthos dapat ditahan dengan saringan No.  30 Standar Amerika.  Selanjutnya Slack et all.  (1973) dalam Rosenberg and Resh (1993) menyatakan bahwa makrozoobenthos merupakan organisme yang tertahan pada saringan yang berukuran besar dan sama dengan 200 sampai 500 mikrometer. Organisme yang termasuk makrozoobenthos diantaranya adalah Crustacea, Isopoda, Decapoda, Oligochaeta, Mollusca, Nematoda dan Annelida (Cummins, 1975).


Gaufin dalam Wilhm (1975) mengelompokkan spesies makrozoobenthos berdasarkan kepekaannya terhadap pencemaran karena bahan organik, yaitu kelompok intoleran, fakultatif dan toleran.  Organisme intoleran yaitu organisme yang dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang sempit dan jarang dijumpai di perairan yang kaya organik. Organisme fakultatif yaitu organisme yang dapat bertahan hidup pada kisaran kondisi lingkungan yang lebih besar bila dibandingkan dengan organisme intoleran. Organisme toleran yaitu organisme yang dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang luas, yaitu organisme yang sering dijumpai di perairan yang berkualitas jelek. Berdasarkan teori Shelford (Odum, 1993) maka makrozoobenthos dapat bersifat toleran maupun bersifat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Organisme yang memiliki kisaran toleransi yang luas akan memiliki penyebaran yang luas juga. Sebaliknya organisme yang kisaran toleransinya sempit (sensitif) maka penyebarannya juga sempit.


Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Zoobenthos di Perairan Pesisir
Struktur komunitas zoobentos dipengaruhi berbagai faktor lingkungan abiotik dan biotik. Secara abiotik, faktor lingkungan yang mempengaruhi keberadaan makrozoobentos adalah faktor fisika-kimia lingkungan perairan, diantaranya; penetrasi cahaya yang berpengaruh terhadap suhu air; substrat dasar; kandungan unsur kimia seperti oksigen terlarut dan kandungan ion hidrogen (pH), dan nutrien. Sedangkan secara biologis, diantaranya interaksi spesies serta pola siklus hidup dari masing-masing spesies dalam komunitas (Tudorancea et all.  1979).

Cahaya matahari merupakan sumber panas yang utama di perairan, karena cahaya matahari yang diserap oleh badan air akan menghasilkan panas di perairan (Odum, 1993). Di perairan yang dalam, penetrasi cahaya matahari tidak sampai ke dasar, karena itu suhu air di dasar perairan yang dalam lebih rendah dibandingkan dengan suhu air di dasar perairan dangkal. Klein (1972) dalam Yusuf (1994), menyatakan bahwa suhu air yang tinggi dapat menambah daya racun senyawa-senyawa beracun seperti NO3, NH3, dan NH3N terhadap hewan akuatik, serta dapat mempercepat kegiatan metabolisme hewan akuatik. Sumber utama senyawa ini berasal dari sampah dan limbah yang mengandung bahan organik protein.

Oksigen terlarut sangat penting bagi pernafasan zoobentos dan organisme-organisme akuatik lainnya (Odum, 1993). Kelarutan oksigen dipengaruhi oleh faktor suhu, pada suhu tinggi kelarutan oksigen rendah dan pada suhu rendah kelarutan oksigen tinggi. Berdasarkan kandungan oksigen terlarut (DO), Lee et al.  (1978) mengelompokkan kualitas perairan atas empat yaitu; tidak tercemar (> 6,5 mg/l), tercemar ringan (4,5 – 6,5 mg/l), tercemar sedang (2,0 – 4,4 mg/l) dan tercemar berat (< 2,0 mg/l).

Nilai pH menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan suatu perairan.  Pescod (1973) menyatakan bahwa toleransi organisme air terhadap pH bervariasi.  Hal ini tergantung, pada suhu air, oksigen terlarut dan adanya berbagai anion dan kation serta jenis dan stadium organisme.

Kehadiran spesies dalam suatu komunitas zoobentos didukung oleh kandungan organik yang tinggi, akan tetapi belum tentu menjamin kelimpahan zoobentos tersebut, karena tipe substratpun ikut menentukan (Welch, 1952; Santos dan Umaly, 1989 dalam Izmiarti, 1990; Lowe and Thompson, 1997). Tipe substrat dasar perairan pesisir ditentukan oleh arus dan gelombang.  Disamping itu juga oleh kelandaian (slope) pantai. Menurut Sumich (1992), Nybakken (1997) dan Barnes and Hughes (1999) substrat daerah pesisir terdiri dari bermacam-macam tipe, antara lain: lumpur, lumpur berpasir, pasir, dan berbatu.

Substrat lumpur, merupakan ciri dari estuaria dan rawa asin. Pantai berlumpur cenderung untuk mengakumulasi bahan organik, sehingga cukup banyak makanan yang potensial bagi bentos pantai ini. Namun, berlimpahnya partikel organik yang halus yang mengendap di dataran lumpur juga mempunyai kemampuan untuk menyumbat permukaan alat pernafasan. Bentos yang dominan hidup di daerah substrat berlumpur tergolong dalam “suspended feeder”. Diantara yang umum ditemukan adalah kelompok Polychaeta, Bivalva, Crustaceae, Echinodermata dan Bakteri. Disamping itu juga ditemukan gastropoda dengan indeks keanekaragaman yang rendah serta lamun yang berperan meningkatkan kehadiran bentos.

Adapun substrat berpasir umumnya miskin akan organisme, tidak dihuni oleh kehidupan makroskopik, selain itu kebanyakan bentos pada pantai berpasir mengubur diri dalam substrat.  Produksi primer pantai berpasir rendah, meskipun kadang-kadang dijumpai populasi diatom yang hidup di pasir intertidal. Kelompok organisme yang mampu beradaptasi pada kondisi substrat pasir adalah organisme infauna makro (berukuran 1-10 cm) yang mampu menggali liang di dalam pasir, dan organisme meiofauna mikro (berukuran 0,1 – 1 mm) yang hidup di antara butiran pasir dalam ruang interaksi.  Ditinjau dari kebiasaan makan (feeding habit) maka hewan bentos yang banyak ditemukan adalah kelompok suspended feeder dan karnivor. Organisme yang dominan adalah polychaeta, bivalva dan crustacea.

Daerah pesisir dengan substrat berbatu merupakan daerah yang paling padat makroorganismenya dan mempunyai keragaman terbesar baik untuk spesies hewan maupun tumbuhan. Ditinjau dari kebiasaan makan (feeding habit) maka hewan bentos yang banyak ditemukan termasuk kelompok herbivora, scavenger, suspended feeder dan predator.  Organisme bentos yang dominan adalah kelompok epifauna, seperti gastropoda, crustacea, bivalva dan echinodermata.

Kedalaman air mempengaruhi kelimpahan dan distribusi zoobentos. Dasar perairan yang kedalaman airnya berbeda akan dihuni oleh makrozoobentos yang berbeda pula, sehingga terjadi stratifikasi komunitas menurut kedalaman. Berdasarkan kedalaman laut Wright (1984), mengelompokkan keberadaan hewan bentos dibagi atas tiga zone yaitu (1) zona intertidal (intertidal zone), (2) zona paparan benua (continental shelf) dan (3) zona laut dalam (deep sea). 

Benthos Sebagai Spesies Indikator
Berdasarkan nilai indeks keragaman jenis zoobentos yang dihitung berdasarkan formulasi Shannon-Wiener, dapat ditentukan beberapa kualitas air.  Wilhm (1975) menyatakan bahwa air yang tercemar berat, indeks keragaman jenis zoobentosnya kecil dari satu.  Jika berkisar antara satu dan tiga, maka air tersebut setengah tercemar. Air bersih, indeks keragaman zoobentosnya besar dari tiga.  Staub et all.  dalam Wilhm (1975) menyatakan bahwa berdasarkan indeks keragaman zoobentos, kualitas air dapat dikelompokkan atas: tercemar berat (0  Sedangkan Lee et all. (1978) menyatakan bahwa nilai indeks keragaman (H) pada perairan tercemar berat, kecil dari satu (H<1), tercemar sedang (1,0 - 1,5), tercemar ringan (1,6 – 2,0), dan tidak tercemar H besar dari dua (H>2,0).

Salim
1508 100 703
Menteri Dalam Negeri BEM FMIPA ITS Surabaya 2010-2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar