Selasa, 04 September 2012

Maa Huwa Madrasatil 'Aliyatil Khairaatil Islamiyyah?

Konsep Pembinaan Akhlak pada Madrasah Aliyah Alkhaeraat Pusat Palu
Akhlak merupakan bagian integral dari ajaran Islam. Oleh karena itu, pada tataran konseptual pembinaan akhlak tidak bisa dilepaskan dari pemahaman keagamaan. Dalam khasanah pemikiran Islam dikenal sejumlah aliran pemikiran baik di bidang teologi maupun fikih, yang pada akhirnya berimplikasi pada pemikiran di bidang akhlak. Konsep-konsep pemikiran teologi rasional Mu’tazilah, misalnya, tentu memiliki pengaruh besar dalam membentuk pemikiran mereka tentang akhlak.

Sebagaimana halnya pemikiran teologi, pemikiran di bidang fikih pun memiliki pengaruh kuat dalam membentuk konsepsi tentang akhlak. Rumusan tentang batasan aurat, misalnya, berbeda antara mazhab yang satu dengan mazhab yang lainnya. Implikasinya adalah lahirnya perbedaan konsep tentang akhlak dalam berpakaian
Demikianlah, bahwa konsep pemikiran tentang akhlak tidak bisa dilepaskan dari konsep yang dianut dalam pemikiran teologi maupun fikih. Oleh karena itu, untuk memahami konsep pembinaan akhlak yang di terapkan pada Madrasah Aliyah Alkhaeraat Pusat Palu, terlebih dahulu harus memahami posisi mereka dalam pemikiran teologi dan fikih, yang pada hakekatnya merupakan landasan konseptualnya.

Landasan Konseptual
MA Alkhairaat Pusat Palu, merupakan salah satu madrasah yang bernaung di bawah Yayasan Alkhairaat. Sebagaimana telah ditetapkan oleh pendirinya, Sayyid Idrus bin Salim Al-jufri, Yayasan Alkhairaat menganut paham teologi Ahlus as-Sunnah wal al-Jama'ah, khususnya teologi Asy’ariyah dalam bidang akidah dan dalam fikih mengikuti mazhab Syafi’iyah sedangkan di bidang tasawuf banyak merujuk pada pandangan Imam al-Gazali. Hal ini ditegaskan oleh Drs. Moh. Farhan, guru Aqidah Akhlak bahwa:
MA Alkhairaat Pusat Palu, tetap konsisten dengan apa yang telah dibina oleh “Guru Tua” (Red, Sayyid Idrus bin Salim al-Jufri), yakni mengembangkan ajaran Islam berdasarkan mazhab Asy’ariyah dalam bidang akidah dan mazhab Syafi’iyah dalam bidang fikih. Sedangkan pada bidang tasawuf banyak merujuk pada pandangan Imam al-Gazali.
Dalam sejarah pemikiran Islam, Asy’ariyah dipandang sebagai sebagai salah satu aliran moderat yang mengambil jalan tengah antara pemikiran rasional Mu’tazilah dengan pemikiran tradisional Ahl al-Hadis.
Sedangkan di bidang fikih, mazhab Syafi’iyah juga dapat dipandang sebagai mazhab moderat yang mengambil posisi antara aliran fikih rasional seperti yang dikembangkan oleh ulama Hanafiyah dengan aliran fikih tradisional yang dikembangkan ulama Malikiyah.

Selanjutnya, dalam dunia tasawuf, Imam al-Gazali juga merupakan tokoh penengah yang menjembatani pertentangan antara ulama fikih yang mementingkan penerapan syariat dengan kaum sufi yang mementingkan penghayatan spritual (hakekat). Sehingga tasawuf yang dikembangkan oleh al-Gazali memberi tempat yang sangat penting pada aspek pengamalan syariat (lahiriah), sama pentingnya dengan aspek penghayatan hakekat (batiniah).
Dengan berpegang pada teologi Asy’ariyah, fikih Syafi’iyah dan pemikiran tasawuf Gazaliyah, maka MA Alkhairaat Pusat Palu dapat dikatakan sebagai organisasi keagamaan yang memiliki cara pandang yang moderat dalam agama. Hal ini pula yang tergambar dalam konsep pendidikan yang diterapkannya, termasuk dalam pembinaan akhlak, seperti yang diungkapkan oleh Kepala Madrasah bahwa "Konsep pendidikan Islam, termasuk dalam hal ini pembinaan akhlak merujuk pada literatur-literatur Departemen Agama RI yang dikembangkan dengan literatur-literatur berbahasa Arab melalui kajian kitab klasik (kitab kuning). Pada tataran penerapannya lebih bernuansa demokratis dengan memperhatikan situasi dan kondisi kekinian dan kultur masyarakat setempat".
Sebagaimana halnya dalam pandangan umat Islam pada umumnya, MA Alkhairaat Pusat Palu berpandangan bahwa akhlak merupakan bagian inti dari keseluruhan ajaran agama, dan kesempurnaan akhlak itulah yang merupakan misi utama diutusnya Rasulullah saw. Oleh karena itu, sejak awal berdirinya Yayasan Alkhaeraat, Sayyid Idrus bin Salim al-Jufri, telah menempatkan pembinaan akhlak sebagai prioritas utama dalam gerakan dakwah dan pendidikannya. Menurut H.M. Noor Sulaiman Pettalongi, bahwa pembinaan akhlak adalah bagian integral dalam pendidikan dan dakwah Habib Idrus “Guru Tua”. Dalam pengembangan kedua aspek ini santri dan muridnya didorong agar memiliki akhlak mulia, yang standarnya dapat dilihat melalui pola interaksi keseharian mereka dalam kehidupan bermasyarakat.
Penanaman nilai-nilai akhlak ini tidak hanya dilakukan dalam pembelajaran bidang studi akhlak atau akidah akhlak, akan tetapi pada seluruh bidang studi dan bahkan seluruh aktivitas siswa baik di dalam maupun di luar kelas. Konsep pendidikan akhlak seperti ini telah dicontohkan oleh “Guru Tua”. Beliau dalam mengajarkan persoalan-persoalan hukum tertentu, misalnya tentang masalah aurat wanita, tidak menitikberatkan penekanannya pada aspek halal-haramnya, tetapi lebih pada aspek moralitas atau akhlak yang terkandung dalam ketetapan hukum tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa MA Alkhairaat Pusat Palu menempatkan kesempurnaan akhlak sebagai sasaran utama dalam proses pendidikan Islam.

Akhlak dan Ilmu Pengetahuan
Ada keyakinan yang dipegang teguh secara konsisten oleh para pembina Alkhaeraat sejak dahulu bahwa akhlak memiliki hubungan erat dengan ilmu pengetahuan. Dalam salah satu syairnya, “Guru Tua” menekankan hal ini: “Dengan Ilmu dan akhlak cita-cita akan tercapai # jika ada hasrat memiliki ilmu pengetahuan, janganlah bersikap sombong”.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dalam upaya pencarian ilmu pengetahuan, sikap tawaduk menjadi sebuah keharusan. Sikap tawaduk ini akan menjadikan seorang penuntut ilmu mendapatkan ilmu pengetahuan yang membawa berkah.
Refleksi dari keyakinan ini tampak, terutama, dalam berperilaku terhadap guru. Sepanjang pelaksanaan penelitian ini, penulis dapat mengamati adanya nuansa yang khas dalam pola hubungan guru dan murid di madrasah ini, dibandingkan dengan apa yang ada pada sekolah atau madrasah lain.
Di madrasah ini tampak jelas penghormatan siswa terhadap gurunya begitu tinggi. Hal ini antara lain tercermin dalam bentuk “cium tangan” saat bersalaman dengan guru mereka, sikap tunduk dan hormat saat berpapasan. Sikap seperti ini sudah sangat langka ditemukan pada sekolah-sekolah lain. Tradisi semacam ini terus menjadi kebiasaan di kalangan para siswa, bahkan setelah mereka meninggalkan madrasah ini.
Sikap hormat terhadap guru tersebut, di samping merupakan tuntunan agama, juga diyakini oleh para siswa dan para pembina bahwa hal tersebut berimplikasi terhadap ilmu yang mereka peroleh. Mereka yang hormat pada gurunya, dan memiliki akhlak yang mulia niscaya memperoleh keberkahan ilmu. Drs. Moh. Farhan kembali menjelaskan bahwa: " Walaupun tidak bisa dibuktikan secara ilmiah, ada keyakinan yang secara implisit dipercayai oleh banyak kalangan tentang berkah yang diperoleh bagi mereka yang belajar di Alkhaeraat ini. Berkah yang dimaksud seringkali dihubungkan dengan karomah yang dimiliki oleh “Guru Tua”, pendiri madrasah ini. Banyak alumnus madrasah ini yang sukses menjadi tokoh yang dipanuti, dihormati di tengah masyarakat, dan menjadi rujukan dalam masalah-masalah keagamaan, padahal saat mereka belajar sekolah di sini prestasi mereka justru tidak menonjol. Kesuksesan mereka itu seringkali dihubungkan dengan keberkahan ilmu yang diperoleh dari Alkhaeraat, dan keberkahan itu hanya bisa didapatkan bila yang bersangkutan menghormati para gurunya dan tidak melanggar akhlak sebagaimana yang diajarkan di madrasah ini ".

Kenyataan seperti yang diungkapkan di atas semakin memperkokoh keyakinan para pembina dan siswa di madrasah ini akan adanya hubungan yang erat antara akhlak dengan ilmu pengetahuan. Apakah ilmu itu membawa berkah atau tidak, bergantung pada kemampuan orang yang berilmu itu memelihara kemuliaan akhlaknya.

Sikap dalam Menghadapi Modernitas
MA Alkhairaat Pusat Palu bersikap akomodatif terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan tetap menjaga nilai-nilai keislaman dan kultur yang menjadi ciri khasnya. Hal ini dapat dilihat dari visi-misi madrasah ini yakni terwujudnya insan yang berkualitas yang bermuara pada pengamalan iman taqwa dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan untuk tujuan jangka pendek madrasah ini telah mencanangkan pelaksanaan proses bimbingan sains dan teknologi yang berbasis pada minat dan bakat siswa.
Meski demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh iptek dalam membentuk budaya masyarakat modern tidak selalu bernilai positif. Banyak efek-efek negatif yang ditimbulkan khususnya dengan kemajuan teknologi informasi yang mengarah kepada pembentukan budaya global, lintas geografis, agama maupun kultur lokal.
Dalam upaya menghadapi efek-efek negatif yang ditimbulkan oleh kemajuan teknologi tersebut, para pembina di madrasah ini berupaya bersikap kritis dan tetap memelihara kultur Alkhaeraat yang dianggap relevan. Sikap kehati-hatian dan upaya memelihara kultur ke-Alkhaeraat-an ini antara lain tergambar dalam busana para siswa-siswinya. Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar para siswa diharuskan memakai kopiah, sedangkan para siswi memakai kerudung (jilbab).

Suatu hal yang menarik, bahwa kerudung yang digunakan di madrasah ini masih menggunakan desain lama, sama seperti masa-masa awal berdirinya madrasah ini, yakni kerudung yang dililit di kepala lalu menggunakan jepitan pada ke dua sisi atas dahi. Desain kerudung semacam ini tidak lagi kita temukan di sekolah-sekolah lain, atau pun di tengah-tengah masyarakat pada umumnya.
Sikap para pembina di MA Alkhairaat Pusat Palu untuk tetap mempertahan model jilbab yang oleh beberapa kalangan mungkin dianggap “ketinggalan”, dapat dipandang sebagai upaya untuk melestarikan ciri khas pakaian para siswi sebagaimana halnya pada masa-masa awal berdirinya madrasah ini. Namun demikian, tidak berarti bahwa Alkhaeraat bersikap antipati terhadap perkembangan khususnya dalam dunia fashion. Hal ini dapat dilihat dari sikap para pembina yang membolehkan para siswi menggunakan jilbab dengan desain modern pada saat di luar jam pelajaran. Di samping itu, para guru wanita (ustadzah) tetap menggunakan desain jilbab yang disesuaikan dengan perkembangan model yang ada, termasuk pada saat mengajar di ruang kelas.
Pada dasarnya ada usulan dari beberapa kalangan pembina yang ingin merubah desain kerudung (jilbab) para siswi tersebut disesuaikan dengan perkembangan model jilbab saat ini. Ustadzah Aenani Sanusi menyatakan bahwa hal ini belum bisa diterima oleh beberapa tokoh Alkhairaat sendiri, dengan alasan-alasan tertentu, antara lain untuk mempertahankan identitas di samping juga hal tersebut dipandang memiliki manfaat praktis. Hal ini akan diuraikan pada bagian tentang metode pembinaan akhlak di madrasah ini.

Sikap dalam Menghadapi Pluralisme Pemahaman Keagamaan
Dalam menyikapi perbedaan pemahaman keagamaan, salah satu konsep yang diterapkan di Madrasah Aliyah Alkhaeraat Pusat Palu adalah bersikap moderat terhadap berbagai persoalan keagamaan, dan menanamkan pada diri siswa-siswinya sikap toleransi terhadap pandangan-pandangan keagamaan yang berbeda dengan apa yang mereka jalankan.

Sikap moderat ini telah ditunjukkan oleh pendahulu Akhairaat. Bahkan “Guru Tua” pernah mengajak seorang Kristiani yang bernama P.K. Entoh untuk mengajar di Madrasah Mu’allimin Alkhairaat. Pada mulanya P.K. Entoh menolak, tapi kemudian “Guru Tua” menegaskan bahwa “yang diperlukan ilmunya”, sehingga atas dasar itu kemudian dengan penuh rasa kagum P.K. Entoh menerima ajakan tersebut, mengajar di Alkhaeraat antara tahun 1955-1960.
Sikap dan pandangan “Guru Tua” tersebut menjadi inspirasi bagi para generasi penerus Alkhairaat untuk tetap bersikap moderat dan toleran terhadap pluralisme agama dan pemahaman keagamaan. Sikap seperti ini tentu tidak mudah dimiliki oleh tokoh-tokoh yang memiliki wawasan pengetahuan dan pemahaman keagamaan yang sempit.


Salim Bachmid
Mahasiswa Biologi FMIPA-ITS Surabaya
Pendiri dan Presiden Indonesian Young Heroes (IYH)
Penerima Beasiswa Prestasi Nasional Kementerian Agama RI
Participant of Young Leader Summit (YLS) on Changing Indonesia 2011 di Bogor, Jawa Barat
Observer Sulawesi Tengah di Indonesian Young Changemakers Summit (IYCS) di Bandung, Jawa Barat